Senin, 29 November 2021

Bangkit guruku, Jayalah Indonesiaku

 


Bangkit guruku, Jayalah Indonesiaku

Oleh : Marhani Kani

Guru adalah seorang yang berperan penting dalam dunia pendidikan. Kehadiran seorang guru sangatlah dibutuhkan, bahkan ketika Amerika menjatuhkan bom Atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Hirohito hanya menanyakan berapa jumlah guru yang tersisa. Ini menunjukkan bahwa kehadiran guru memang sangatlah penting dan berharga karena di tangan para gurulah harapan sebuah bangsa. Ketika guru tak ada, maka hancurlah negeri itu.

Memang guru bukanlah seorang yang hebat, tetapi guru mampu menjadikan orang-orang hebat. Maka selayaknya guru mendapatkan gelar seorang pahlawan bangsa yang semestinya dihargai dan dihormati. Kenapa demikian? Karena guru berjuang melawan kebodohan, tanpa kehadiran guru maka kita tak akan menemukan cahaya dan selamanya terkungkung dalam gelapnya kebodohan. Aja laloki nengka mallupai gurutta iya tu nasabari i lolongge decengge’(Jangan pernah melupakan seorang guru karenanyalah kita menemukan kebaikan).

Guru itu memiliki pekerjaan berat, bukan hanya sekadar mentrasfer ilmu saja, akan tetapi lebih dari itu. Tugas seorang guru yaitu mendidik, mengajar, mengarahkan, membimbing, melatih, menilai, bahkan menjaga anak didiknya. Kalau kita ingat kembali semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara tentang tiga asas pendidikan, Ing Ngarso Sung Tulodo bahwa di depan seorang guru harus dapat memberi contoh yang baik kepada anak didiknya, Ing Madya Mangun Karso bahwa seorang guru ketika berada di tengah anak didiknya mampu memberikan dorongan atau semangat untuk berkarya dalam hal ini sebagai motivator, dan Tut Wuri Handayani bahwa di belakang guru adalah seorang pendidik yang mampu menopang anak didiknya pada jalan yang benar.

Menjadi seorang guru membutuh kesabaran lebih serta keihlasan karena mendidik bukanlah perkara mudah, dimana guru harus menghadapi anak-anak dengan beragam karakter, mendidiknya menjadi anak-anak yang hebat dan menjadikan mereka menjadi manusia yang seutuhnya.  

SATUGURU, dalam hal ini mendidik seorang anak dibutuhkan kerja sama antar guru dan orang tua sebab tanpa bantuan orang tua, maka guru tak akan berhasil mendidik anak didiknya, begitu pun sebaliknya. Namun, faktanya saat ini, kebanyakan orang tua menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab itu kepada para guru. Bahkan jika ada sedikit kesalahan, maka gurulah yang bertanggung jawab dan gurulah yang disalahkan. Padahal guru tidak hanya mengajar satu orang anak saja, tetapi mendidik banyak anak. Seharusnya guru dan orang tua peserta didik saling mendukung satu sama lain. Umpama seekor burung yang hendak terbang, tetapi salah satu sayapnya patah, ia tak akan pernah bisa mengepakkan sayap-sayapnya untuk terbang membumbung tinggi ke angkasa. Ia bisa terbang jika kedua sayap itu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, orang tua harus membantu guru dalam mendidik anaknya, keduanya harus bersinergi dalam satu tujuan pendidikan. SATUGURU, jadilah guru yang bersatu untuk maju. Bangkit guruku, jayalah Indonesiaku.


Tolitoli, 30 November 2021

Salam Hangat dan cinta

Salam Literasi

 

 

Minggu, 28 November 2021

Cinta Untuk Negeriku

       Dua tahun belakangan ini dunia dihebohkan oleh hadirnya mahluk kecil tak kasat mata. Ini bukan hantu, tetapi menakutkan seperti hantu, bahkan lebih mengerikan dari hantu karena kehadirannya bisa merenggut banyak nyawa. Bukan hanya itu saja, dengan kehadiran mahluk ini mengakibatkan hampir semua kegiatan manusia lumpuh, tak terkecuali dalam sektor pendidikan. Mereka adalah mahluk kecil tak terlihat bernama corona virus yang popular dengan nama covid-19.

       Dampak pandemi covid-19 pun sangat saya rasakan sebagai seorang guru. Pada tahun 2020 lalu, karena pandemi ini mengharuskan pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (PJJ). Saya pun akhirnya kembali ke kampung dan melakukan pembelajaran secara daring. Meski harus mencari jaringan internet di pematang sawah yang memiliki jaringan GSM alias Geser Sedikit Mati, bahkan terkadang hilang total. Jika sudah hilang total, alhasil saya pun tidak bisa melakukan pembelajaran. Meski begitu, saya tetap semangat dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. 

       Mengajar secara daring memiliki tantangan tersendiri, dimana sebagai guru harus lebih bekerja keras lagi dan dituntut untuk memiliki kreativitas tinggi dalam mengajar agar siswa tetap bisa mengerti dengan apa yang diajarkan. Terlebih lagi saya mengajar mata pelajaran matematika. Pembelajaran tatap muka saja belum tentu mereka paham, apatah lagi pembelajaran secara daring. Namun, saya tetap optimis, pasti bisa. Beragam media pun saya gunakan untuk mengajar agar anak didik saya mudah memahami materi dan juga tidak bosan dalam belajar. Bahkan hal-hal yang tidak saya ketahui sebelumnya harus dipelajari, tidak mudah memang, tetapi jika ada keinginan pasti bisa. Mengajar sembari belajar juga.

       Melihat jadwal mengajar saya di SMK Negeri 1 Tolitoli, ternyata ada beberapa hari yang kosong. Akhirnya saya memutuskan mengambil jam tambahan di Sis Aldjufrie, tetapi sebenarnya niat saya memang ingin mendaftarkan diri sebagai tenaga pengajar di sana. Sis Aldjufrie, sebuah sekolah swasta yang didirikan oleh bapak Abd. Hamid di salah satu desa terpencil di Basidondo. Sekolah ini meski terpencil, tetapi memiliki siswa dan siswi yang bisa dikatakan lumayan banyak. Mereka yang belajar di sana dari beberapa desa yang ada di kecamatan Basidondo, bahkan ada beberapa anak yang berasal dari kecamatan tetangga. Namun, sayangnya di sekolah ini sangat kekurangan tenaga pengajar. Bahkan menurut penuturan kepala SMA Sis Aldjufrie bapak Guritno, di tahun-tahun awal didirikannya sekolah ini, hanya memiliki dua tenaga pengajar. Satu mengajar mata pelajaran umum yaitu beliau sendiri dan satu guru lagi yang bernama ustadz Halim, mengajar mata pelajaran agama karena memang sekolah ini adalah sekolah agama. 

       Tepatnya, pada tanggal 23 Juli 2020 saya memutuskan pergi bersama dua orang teman yang juga merupakan guru-guru di Sis Aldjufrie untuk menemui sang pemilik yayasan bapak Abd. Hamid. Ternyata, untuk sampai ke sekolah itu membutuhkan perjuangan yang luar biasa. Kami harus melewati jalan persawahan yang berlumpur, nyaris tak bisa dilalui, apalagi di musim penghujan. Sebenarnya selain jalan ini, kita juga bisa melalui jalan utama, hanya saja kondisi jalan itu bahkan lebih parah. Mau tidak mau harus melalui jalan di area persawahan. Ini seperti pribahasa bagaikan buah simalakama atau istilah Dono, maju kena mundur kena. 

       Dengan menempuh medan yang sulit, saya yang memiliki kaki pendek tentunya sangat kesulitan mengendarai motor ditambah lagi dengan menggunakan rok. Meski sedikit khawatir terjatuh, saya tetap menarik gas motor metik saya dengan penuh keyakinan, tetapi tetap berhati-hati, serta mata tetap fokus ke depan. Akhirnya berhasil juga melalui jalan itu, serasa lengan ini ingin terlepas. Setelah melalui jalan yang berlumpur, kami pun melewati sebuah jembatan gantung yang lumayan panjang dan menurutku cukup menakutkan untuk dilalui, tetapi lagi-lagi saya harus memberanikan diri melaluinya. Bisa saya bayangkan sebelum adanya jembatan ini, para siswa dan guru harus menyeberangi sungai besar dengan menggunakan perahu sampan. Itu lebih mengerikan lagi.


       Sejujurnya saya sangat kagum dan salut dengan kedua teman saya, setiap harinya meraka harus melalui jalan itu tanpa mengeluh, penuh rasa ikhlas demi mencerdaskan anak-anak bangsa. Jika hanya karena mengejar materi, saya yakin mereka tak akan mengajar di Sis Aldjufrie, begitu pun dengan saya hari itu. 

       Kedatang saya disambut baik oleh bapak Abd. Hamid sebagai pemilik sekaligus ketua yayasan. Akhirnya hari itu juga saya resmi mengajar di Sis Aljufrie. Yayasan ini sebenarnya terdiri dari dua sekolah yaitu SMP dan SMA, saya pun mengajar di keduanya. 

      Awal-awal mengajar, jalan menuju Sis Aldjufrie semakin rusak karena hujan terus saja turun sehingga beberapa kali saya harus berjalan kaki pulang pergi ke sekolah dengan cuaca yang tidak bersahabat dan dengan jarak yang cukup jauh juga. Andai saja hanya karena mengejar materi pasti saya sudah menyerah, bahkan hari pertama saja saya langsung mengundurkan diri. Namun, ini bukan tentang mengejar materi, ini tentang pengabdian dan cinta. Cintalah yang membuat saya tetap bertahan dan ada sebuah kalimat yang selalu tertanam di benak ini, “Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, akan tetapi tanyakanlah apa yang telah kamu berikan untuk negaramu.” 

       Kalimat itu seakan memiliki power kuat ketika saya berada di ambang keputusasaan dan terus terngiang di telinga saat ingin menyerah, bahkan ketika saya merasa kesal menghadapi anak-anak didik saya. 

       Saya ingin memberikan sesuatu untuk negeri ini dengan mengabdikan diri sebagai seorang guru, mencerdaskan anak-anak bangsanya, meski dengan sedikit pengetahuan yang saya miliki. Maka, apa pun rintangannya saya akan hadapi. Raga ini boleh saja lelah, tetapi hati jangan sampai lelah. Ya, di tangan para gurulah harapan bangsa ini. Ketika guru menyerah, maka hancurlah negeri ini. 

      Meski dalam keadaan pandemi covid-19, kami tetap mengadakan tatap muka. Selain karena terkendala jaringan, juga karena tidak semua siswa memiliki android. Alhasil pembelajaran tetap dilakukan seperti biasanya, namun tetap mematuhi protokol kesehatan. Di pertengahan semester saya diberi amanah menggantikan salah seorang teman guru sebagai wali kelas karena teman saya itu cuti melahirkan. Saya diberikan tanggung jawab tujuh belas anak. Tidak banyak memang, namun sungguh anak-anak yang luar biasa, kebanyakan susah diatur dan tidak mendengar. Tetapi saya yakin bisa menaklukkan mereka. Jika ingin mendapatkan hati seseorang, maka sentuhlah hatinya dengan menggunakan hati. 

       Satu persatu siswa saya bermasalah, bahkan salah satu siswa terancam dikeluarkan dari sekolah karena kesalahannya sangat vatal. Terpaksa saya harus bermohon untuk memberi kesempatan kepada anak tersebut dan tentunya kepada saya juga sebagai wali kelasnya. Syukurlah kepala sekolah masih memberi kesempatan itu. 

       Beberapa pendektan saya lakukan. Pertama-tama tentunya saya memanggil anak itu dan berbicara dari hati ke hati yang sejujurnya saya belum banyak tahu tentang karakternya, mungkin saja dengan mengajaknya bercerita saya bisa membaca karakter anak ini sehingga saya bisa melakukan pendekatan dan penanganan khusus. Selain itu, saya juga menemui orang tuanya. Akhirnya, dia pun berjanji untuk berubah. Tidak sampai di situ saja, saya selalu memantau dan berusaha membimbingnya hingga benar-benar berubah. 

       Saat pengumuman kenaikan kelas, saya sangat bersyukur karena anak didik saya semua naik kelas dan waktu itu satu-satunya kelas yang naik seratus persen di Sis Aldjufrie. Setelah naik kelas, saya masih dipercayakan mengawal mereka. Perubahan demi perubahan terlihat dari anak didik saya, mereka lebih sopan, rajin masuk belajar dan kami semakin dekat satu sama lain. Sebenarnya mereka itu hanya butuh perhatian dan kasih sayang. 

       Ya, cinta tak cukup hanya dengan kata-kata, tetapi butuh pembuktian nyata. Mungkin, saya tidak bisa melakukan banyak hal untuk negeri tercinta, akan tetapi setidaknya saya sudah berusaha semaksimal mungkin. 

 

Salam hangat dan cinta
Salam literasi

Tolitoli, 29 November 2021


Selasa, 02 November 2021

Menulis Itu Mudah




Semua orang sebenarnya bisa menulis, hanya saja banyak yang tidak ingin menulis atau malas menulis. Menulis itu tidak harus bakat dari lahir, akan tetapi kita bisa menjadikan bakat kita. Bagaimana caranya?

Baik, saya akan bagikan cara menulis dengan mudah berdasarkan pengalaman saya.


1. Niatkan untuk menulis.

Bagaimana mau menulis, jika tidak ada niat? Setiap amal tergantung niatnya, bukan? Nah, niat dulu dong.


2. Mulailah Menulis

Bagaimana memulainya? Ya, mulai saja. Tuliskan saja. Apa pun yang Anda rasakan dan pikirkan, Tuliskan! Cara menulis hanya satu, ya menulis.

Bagaimana kalau tulisan saya jelek? 

Bagaimana kalau tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia? 

Bagaimana kalau ...,?

Bagaimana kalau ...?

Ah, terlalu banyak mikirnya. Terus kapan nulisnya? Ingat, tidak akan ada sebuah tulisan, jika hanya dipikirkan. Jangan takut salah. Jangan takut jelek. Salah atau jelek, itu urusan belakang. Yang terpenting menulis dulu. Kan, ada proses editing alias mengedit. Tulislah dengan jujur dan apa adanya.


3. Tangkaplah Setiap Ide yang Datang


Bagaimana mendapatkan ide menulis? 

Ide bisa didapatkan dimana saja dan kapan pun. Cara mendapatkan ide menulis, baca bisikan alam, baca semua yang Anda dengar, lihat, dan rasakan. Fungsikan semua panca indra, lalu tuliskan. Bahkan bagi seorang penulis masalah dalam hidup adalah berkah, tapi bukan berarti mencari-cari masalah juga sih. Heheheh...

Jadikan masalah itu sebagai ide atau bahan untuk menulis. 

Satu lagi, ketika ide datang, jangan biarkan dia berlalu begitu saja. Tangkap dan ikat ide itu dengan menuliskannya. Jangan ditunda karena dia tak akan datang untuk kedua kalinya. Selalu bawa note (buku catatan) atau yang lebih mudahnya lagi, tulislah di smartphone Anda.


4. Teruslah belajar


Menulis sambil belajar atau belajar sambil menulis. Seharusnya yang mana didahulukan? 

Emm, yang jelas kedua-duanya harus Anda lakukan. Ya, kecuali jika Anda merasa sudah mahir dalam menulis, tetapi itu bagi orang yang merasa PD banget tulisannya sudah bagus.

Perbanyak membaca. Mau jadi penulis, tapi malas membaca. Penulis itu harus banyak-banyak membaca. Membaca sangat banyak manfaatnya. Selain menambah wawasan, dengan membaca Anda bisa mempelajari gaya bahasa buku yang Anda baca, juga bisa menambah kosa kata, dan masih banyak lagi. Tetapi, jangan jadi plagiator, ya! Jadilah pembelajar yang baik dan cerdas. Amati, tiru, dan modifikasi.


5. Teruslah Berlatih


"Ala bisa karena biasa" pernah dengar kalimat ini, kan? Ya, bagi penulis pemula. Menulis itu susah, tetapi sebenarnya menulis itu sangat mudah. Seperti pembahasan di poin ke 3,  dengarkan bisikan  alam, dengarkan yang ada di kepala Anda. Ambil kertas dan pulpen, buka laptop atau smartphone, lalu mulailah menulis. Lalukan sesering mungkin, lakukan setiap hari. Lama-kelamaan Anda akan terbiasa menulis seperti air mengalir.

"Saya sibuk, tidak punya waktu untuk menulis."

Sibuk? Emm, tapi masih punya waktu main madsos, kan? Ada waktu mengobrol, kan? Atau justru waktu Anda yang berharga itu hanya digunakan bengong tak jelas. Nah, mending gunakan waktu itu untuk menulis, satu kalimat atau satu paragraf saja, atau kalau bisa tulislah berlembar-lembar.

Intinya ada niat menulis dan action.


Menulis itu mudah, kan? Nah, saya harap setelah membaca tulisan ini, ada satu tulisan yang Anda ciptakan.


Semoga bermanfaat.

Saya tunggu karya-karya yang luar biasanya.


Jelajahi dunia dengan membaca dan ciptakan dunia dengan menulis.


Salam literasi.




Cantik Itu Perlu, Tapi Sehat Itu Penting dengan Glazed Skin B Erl

    Siapa sih yang tidak  menginginkan kulit cantik? Tentu saja, semua orang menginginkan kulit cantik, baik itu laki-laki maupun perempuan,...