Minggu, 28 November 2021

Cinta Untuk Negeriku

       Dua tahun belakangan ini dunia dihebohkan oleh hadirnya mahluk kecil tak kasat mata. Ini bukan hantu, tetapi menakutkan seperti hantu, bahkan lebih mengerikan dari hantu karena kehadirannya bisa merenggut banyak nyawa. Bukan hanya itu saja, dengan kehadiran mahluk ini mengakibatkan hampir semua kegiatan manusia lumpuh, tak terkecuali dalam sektor pendidikan. Mereka adalah mahluk kecil tak terlihat bernama corona virus yang popular dengan nama covid-19.

       Dampak pandemi covid-19 pun sangat saya rasakan sebagai seorang guru. Pada tahun 2020 lalu, karena pandemi ini mengharuskan pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (PJJ). Saya pun akhirnya kembali ke kampung dan melakukan pembelajaran secara daring. Meski harus mencari jaringan internet di pematang sawah yang memiliki jaringan GSM alias Geser Sedikit Mati, bahkan terkadang hilang total. Jika sudah hilang total, alhasil saya pun tidak bisa melakukan pembelajaran. Meski begitu, saya tetap semangat dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. 

       Mengajar secara daring memiliki tantangan tersendiri, dimana sebagai guru harus lebih bekerja keras lagi dan dituntut untuk memiliki kreativitas tinggi dalam mengajar agar siswa tetap bisa mengerti dengan apa yang diajarkan. Terlebih lagi saya mengajar mata pelajaran matematika. Pembelajaran tatap muka saja belum tentu mereka paham, apatah lagi pembelajaran secara daring. Namun, saya tetap optimis, pasti bisa. Beragam media pun saya gunakan untuk mengajar agar anak didik saya mudah memahami materi dan juga tidak bosan dalam belajar. Bahkan hal-hal yang tidak saya ketahui sebelumnya harus dipelajari, tidak mudah memang, tetapi jika ada keinginan pasti bisa. Mengajar sembari belajar juga.

       Melihat jadwal mengajar saya di SMK Negeri 1 Tolitoli, ternyata ada beberapa hari yang kosong. Akhirnya saya memutuskan mengambil jam tambahan di Sis Aldjufrie, tetapi sebenarnya niat saya memang ingin mendaftarkan diri sebagai tenaga pengajar di sana. Sis Aldjufrie, sebuah sekolah swasta yang didirikan oleh bapak Abd. Hamid di salah satu desa terpencil di Basidondo. Sekolah ini meski terpencil, tetapi memiliki siswa dan siswi yang bisa dikatakan lumayan banyak. Mereka yang belajar di sana dari beberapa desa yang ada di kecamatan Basidondo, bahkan ada beberapa anak yang berasal dari kecamatan tetangga. Namun, sayangnya di sekolah ini sangat kekurangan tenaga pengajar. Bahkan menurut penuturan kepala SMA Sis Aldjufrie bapak Guritno, di tahun-tahun awal didirikannya sekolah ini, hanya memiliki dua tenaga pengajar. Satu mengajar mata pelajaran umum yaitu beliau sendiri dan satu guru lagi yang bernama ustadz Halim, mengajar mata pelajaran agama karena memang sekolah ini adalah sekolah agama. 

       Tepatnya, pada tanggal 23 Juli 2020 saya memutuskan pergi bersama dua orang teman yang juga merupakan guru-guru di Sis Aldjufrie untuk menemui sang pemilik yayasan bapak Abd. Hamid. Ternyata, untuk sampai ke sekolah itu membutuhkan perjuangan yang luar biasa. Kami harus melewati jalan persawahan yang berlumpur, nyaris tak bisa dilalui, apalagi di musim penghujan. Sebenarnya selain jalan ini, kita juga bisa melalui jalan utama, hanya saja kondisi jalan itu bahkan lebih parah. Mau tidak mau harus melalui jalan di area persawahan. Ini seperti pribahasa bagaikan buah simalakama atau istilah Dono, maju kena mundur kena. 

       Dengan menempuh medan yang sulit, saya yang memiliki kaki pendek tentunya sangat kesulitan mengendarai motor ditambah lagi dengan menggunakan rok. Meski sedikit khawatir terjatuh, saya tetap menarik gas motor metik saya dengan penuh keyakinan, tetapi tetap berhati-hati, serta mata tetap fokus ke depan. Akhirnya berhasil juga melalui jalan itu, serasa lengan ini ingin terlepas. Setelah melalui jalan yang berlumpur, kami pun melewati sebuah jembatan gantung yang lumayan panjang dan menurutku cukup menakutkan untuk dilalui, tetapi lagi-lagi saya harus memberanikan diri melaluinya. Bisa saya bayangkan sebelum adanya jembatan ini, para siswa dan guru harus menyeberangi sungai besar dengan menggunakan perahu sampan. Itu lebih mengerikan lagi.


       Sejujurnya saya sangat kagum dan salut dengan kedua teman saya, setiap harinya meraka harus melalui jalan itu tanpa mengeluh, penuh rasa ikhlas demi mencerdaskan anak-anak bangsa. Jika hanya karena mengejar materi, saya yakin mereka tak akan mengajar di Sis Aldjufrie, begitu pun dengan saya hari itu. 

       Kedatang saya disambut baik oleh bapak Abd. Hamid sebagai pemilik sekaligus ketua yayasan. Akhirnya hari itu juga saya resmi mengajar di Sis Aljufrie. Yayasan ini sebenarnya terdiri dari dua sekolah yaitu SMP dan SMA, saya pun mengajar di keduanya. 

      Awal-awal mengajar, jalan menuju Sis Aldjufrie semakin rusak karena hujan terus saja turun sehingga beberapa kali saya harus berjalan kaki pulang pergi ke sekolah dengan cuaca yang tidak bersahabat dan dengan jarak yang cukup jauh juga. Andai saja hanya karena mengejar materi pasti saya sudah menyerah, bahkan hari pertama saja saya langsung mengundurkan diri. Namun, ini bukan tentang mengejar materi, ini tentang pengabdian dan cinta. Cintalah yang membuat saya tetap bertahan dan ada sebuah kalimat yang selalu tertanam di benak ini, “Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, akan tetapi tanyakanlah apa yang telah kamu berikan untuk negaramu.” 

       Kalimat itu seakan memiliki power kuat ketika saya berada di ambang keputusasaan dan terus terngiang di telinga saat ingin menyerah, bahkan ketika saya merasa kesal menghadapi anak-anak didik saya. 

       Saya ingin memberikan sesuatu untuk negeri ini dengan mengabdikan diri sebagai seorang guru, mencerdaskan anak-anak bangsanya, meski dengan sedikit pengetahuan yang saya miliki. Maka, apa pun rintangannya saya akan hadapi. Raga ini boleh saja lelah, tetapi hati jangan sampai lelah. Ya, di tangan para gurulah harapan bangsa ini. Ketika guru menyerah, maka hancurlah negeri ini. 

      Meski dalam keadaan pandemi covid-19, kami tetap mengadakan tatap muka. Selain karena terkendala jaringan, juga karena tidak semua siswa memiliki android. Alhasil pembelajaran tetap dilakukan seperti biasanya, namun tetap mematuhi protokol kesehatan. Di pertengahan semester saya diberi amanah menggantikan salah seorang teman guru sebagai wali kelas karena teman saya itu cuti melahirkan. Saya diberikan tanggung jawab tujuh belas anak. Tidak banyak memang, namun sungguh anak-anak yang luar biasa, kebanyakan susah diatur dan tidak mendengar. Tetapi saya yakin bisa menaklukkan mereka. Jika ingin mendapatkan hati seseorang, maka sentuhlah hatinya dengan menggunakan hati. 

       Satu persatu siswa saya bermasalah, bahkan salah satu siswa terancam dikeluarkan dari sekolah karena kesalahannya sangat vatal. Terpaksa saya harus bermohon untuk memberi kesempatan kepada anak tersebut dan tentunya kepada saya juga sebagai wali kelasnya. Syukurlah kepala sekolah masih memberi kesempatan itu. 

       Beberapa pendektan saya lakukan. Pertama-tama tentunya saya memanggil anak itu dan berbicara dari hati ke hati yang sejujurnya saya belum banyak tahu tentang karakternya, mungkin saja dengan mengajaknya bercerita saya bisa membaca karakter anak ini sehingga saya bisa melakukan pendekatan dan penanganan khusus. Selain itu, saya juga menemui orang tuanya. Akhirnya, dia pun berjanji untuk berubah. Tidak sampai di situ saja, saya selalu memantau dan berusaha membimbingnya hingga benar-benar berubah. 

       Saat pengumuman kenaikan kelas, saya sangat bersyukur karena anak didik saya semua naik kelas dan waktu itu satu-satunya kelas yang naik seratus persen di Sis Aldjufrie. Setelah naik kelas, saya masih dipercayakan mengawal mereka. Perubahan demi perubahan terlihat dari anak didik saya, mereka lebih sopan, rajin masuk belajar dan kami semakin dekat satu sama lain. Sebenarnya mereka itu hanya butuh perhatian dan kasih sayang. 

       Ya, cinta tak cukup hanya dengan kata-kata, tetapi butuh pembuktian nyata. Mungkin, saya tidak bisa melakukan banyak hal untuk negeri tercinta, akan tetapi setidaknya saya sudah berusaha semaksimal mungkin. 

 

Salam hangat dan cinta
Salam literasi

Tolitoli, 29 November 2021


13 komentar:

  1. "Jika ingin mendapatkan hati seseorang, sentuhlah hatinya dengan hati. " ah aku tesentuh.
    Semangat 💪💪💪

    BalasHapus
  2. wah kisah anak perwaliannya ditunggu yah boleh tuh jadi buku 😁
    hebat le salut saya 👍💪

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. IsyaAllah tetap semangat. Semoga semua tetap semangat mencerdaskan anak bangsa ini.

      Hapus
  4. pengabdian dan cinta👏⚘
    Semangat terus kak💪

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Cantik Itu Perlu, Tapi Sehat Itu Penting dengan Glazed Skin B Erl

    Siapa sih yang tidak  menginginkan kulit cantik? Tentu saja, semua orang menginginkan kulit cantik, baik itu laki-laki maupun perempuan,...