Semoga bermanfaat.
Terima kasih.
Tolitoli, 28 Maret 2022
Semoga bermanfaat.
Terima kasih.
Tolitoli, 28 Maret 2022
Jejak Sejarah di Kota Berru
Oleh: Marhani Kani
Rumah panggung bergaya khas Bugis itu tampak indah, di anak tangganya dijejer beberapa pot tanaman hias yang beraneka ragam menambah keindahan rumah itu. Saat masuk di rumah, di dalam rupanya sudah tersedia hidangan makan malam dan beberapa bosara' yang berisi kue khas Bugis, ada burongko, kue sikaporo', saya tak tahu apa lagi.
Setelah bapak bupati duduk, tuan rumah kalau tidak salah namanya etta Pudding menunjukkan sesuatu kepada beliau. Sebuah kitab bersampul hijau, kalau saya tilik sampulnya itu dari kain, mungkin sampul aslinya sudah rusak.
"Ini asli tulisan lontara." ujar sang tuan rumah memperlihatkan kitab itu.
Saya pun langsung antusias, terbesit rasa ingin memegang dan melihatnya. Namun saya segan dan malu tentunya. Seperti biasa jika menemukan hal baru jiwa kekepoan saya bergejolak. Saya harus melihat dan memegangnya langsung. Kalau tidak saya akan menyesal seumur hidup. Hehehhe hiperbola banget. Ya, kesempatan tak akan datang dua kali, bukan? Nah, saya tidak akan melewatkan kesempatan itu.
Tak lama berselang kami dipersilahkan menikmati jamuan makan malam yang menggugah selera.
Usai makan, saya langsung mendekati sang tuan rumah dan meminta izin melihat kitab itu. Sungguh tak saya duga beliau dengan senang hati memperlihatkannya dan ibu dari tuan rumah yang usianya mungkin sepantaran indo mendekati saya.
"Tau baca?"
"Tidak. Saya pernah belajar huruf-huruf (alfabet) lontara, tapi belum begitu bisa membaca. Saya juga punya satu di rumah."
Ya, saya punya satu di rumah, tetapi itu kitab dari Soppeng punya ambo alias bapak saya. Ambo pernah mau memberikan ke orang, tetapi saya tidak mau memberikannya. Itu aset loh dan sangat berharga bagi saya, apa lagi itu bukan hanya sebuah kitab biasa, itu adalah tafsir Al-Quran tetapi dalam bahasa Bugis.
Karena saya belum bisa membacanya dan kalau pun saya bisa, tak akan cukup memahaminya dalam waktu sesingkat itu. Lagi jiwa kekepoan saya memaksa untuk bertanya.
"Ini isinya tentang apa?"
"Tentang keadilan, kejujuran, kebenaran."
"Oh, berarti mengenai hukum, ya Bu?"
"Iya. Di lemari itu ada beberapa barang peninggalan raja."
Mata saya langsung tertuju ke sebuah lemari. Benar saja di sana ada beberapa barang klasik, seperti gelas, piring, teko, dan masih banyak lagi.
" Boleh saya lihat dan ambil gambar?"
"Boleh."
Beliau mempersilahkan saya melihat isi lemari itu dan mengambil gambar. Pastinya saya sangat senang.
Setelah saya kembali ke tempat duduk, beliau menunjukkan lagi sebuah benda di atas meja yang berada di depan pak bupati. Itu adalah sebuah piring Besar berwarna putih pudar, mungkin karena dimakan usia.
"Aga asenna ero?"
"Penne sima' berisi 12 nama malaikat."
"12 belas malaikat? Emang malaikat ada berapa? Emm setahuku kalau dalam Al-Quran malaikat cuman 10 deh." gumamku dalam hati.
Sima' itu dalam bahasa Bugis adalah jimat dan memang piring itu adalah piring jimat kerajaan Bugis Barru.
"Itu bagus kalau di simpan di HP. Bisa dijadikan jimat."
Wadduh, berhubung saya tidak percaya dengan jimat. Saya meng-oh saja.
"Boleh ambil fotonya."
"Matuppi, engaka mopi etta."
Saya tidak enak dong majulu'-julu' alias nyelonong ke depan bapak bupati, tidak sopan banget.
"Tidak apa. Nanti saya temani."
Beliau langsung berdiri mengantar saya. Semua mata tertuju ke arah kami berdua termasuk ibu dan pak bupati, mungkin beliau berpikir, mau ngapain ini anak satu? Hahahah... Ah, biarlah mereka dengan pikiran masing-masing yang penting dapat ilmu dan bisa menghilangkan rasa penasaran saya.
"Magai?" tanya pak bupati.
"Melo mitai iye pennewe, mau liat ini piring."
Saya pun membidikkan kamera HP saya. Lalu kembali ke tempat duduk. Lagi saya masih menggali informasi mengenai kerajaan Bugis Barru.
"Piring itu usianya sudah berapa tahun?"
"Saya tidak tahu. Tapi sudah ada sejak zaman Belanda."
Seketika saya berdecak kagum.
"Di atas masih ada beberapa peninggalan kerajaan, cuman tidak terawat lagi dan sudah banyak yang pecah," imbuh salah seorang ibu yang juga dari keluarga itu.
"Wah, bagus dimusiumkan itu," ujar saya.
"Iya."
Sementara asik bercakap-cakap, handphone saya berdering. Itu telepon dari kak Saleh, kakak saya. Ternyata sudah mau berangkat lebih dulu, alias memisahkan diri dari rombongan.
Saya pun pamit kepada tuan rumah, ibu dan pak bupati beserta rombongan sembari mengucapkan terima kasih.
Sungguh saya sangat senang dan bersyukur bisa mendapatkan sesuatu yang sangat berharga di kampung halaman ibu saya.
Barru, 5 Maret 2020.
Proofreading Sebelum Menerbitkan Buku
Resume ke-13
"Jika kamu tidak dapat menjelaskan sesuatu dengan sederhana, kamu tidak cukup memahaminya*"- Albert Einstein.
Pertemuan demi pertemuan telah terlewati dan tidak terasa ternyata kita sudah berada pada pertemuan yang ke-13 saja.
Materi pada pertemuan kali ini adalah tentang Proofreading Sebelum Menerbitkan Buku.
Sebelum masuk materi inti, terlebih dahulu kita mengenal narasumber dan moderator kita pada pertemuan kali ini yaitu bapak Susanto, S.Pd. dan Pak Muliadi, S.Pd, M.Pd.
Pak Susanto, S.Pd yang lebih akrab dipanggil pak D ini adalah peserta kelas Omjay Gelombang 15. Menulis blog pada tahun 2009, namun benar-benar 'ngeblog' sejak pandemi Covid-19.
Pendidikan beliau adalah S1 PGSD BI(2017) di Universitas Terbuka UPBJJ Palembang dan S1 PBSI (2016) di STKIP PGRI Lubuklinggau. Ada pun keahlian pak D yaitu Penulis, kurator konten, dan editor.
Sedangkan pak moderator kita yaitu pak Muliadi, S.Pd, M.Pd. Kalau beliau sendiri adalah senior saya di SMK Negeri 1 Tolitoli, kami sama-sama guru matematika. Beliau juga adalah seorang penulis.
Well, kita langsung ke materi yaitu tentang Proofreading Sebelum Menerbitkan Buku.
Apa itu Proofreading?
Proofreading disebut uji-baca, yaitu membaca ulang sebuah tulisan, tujuannya adalah untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam teks tersebut. Jadi, dengan melakukan proofreading, kesalahan dapat diminimalkan. Ada pun kesalahan yang dimaksud di sini termasuk kesalahan penggunaan tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga pemenggalan kata.
Lalu, apa perbedaan antara Proofreading dan editing?
Meski keduanya sama-sama memeriksa, mengoreksi, dan membenarkan suatu tulisan, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang sangat besar. Editing itu sendiri lebih fokus pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga harus memperhatikan isi atau substansi dari sebuah tulisan. Jadi, proofreading tidak sekadar menyoroti kesalahan tanda baca atau ejaan, tetapi juga logika dari sebuah tulisan, apakah sudah masuk di akal atau belum.
Apa Tugas Seorang Proofreader?
Nah, Tugas seorang proofreader di sini bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca. Seorang proofreader juga harus bisa memastikan bahwa tulisan itu bisa diterima logika dan dapat dipahami pembaca nantinya.
Maka seorang proofreader harus bisa genali hal-hal berikut ini:
1. Apakah sebuah kalimat efektif atau tidak
2. Susunannya sudah tepat atau belum
3. Substansi sebuah tulisan dapat dipahami oleh pembaca atau tidak
Jadi tugas seorang proofreader adalah untuk membuat teks mudah dipahami pembaca dan tidak kehilangan substansi awalnya.
Mengapa harus melakukan proofreading?
Proofreading adalah tahapan yang penting, apa lagi jika berniat menertibkan karya tulis itu kepada public dan tentu saja termasuk dalam tulisan di blog.
Salah satu caranya mintalah seseorang untuk membaca karya tulis kita, lalu mengoreksinya, dan pastikan si proofreader adalah orang-orang yang memang sudah tahu atau ahli dalam hal ini. Lalu, bagaimana jika si penulis sendiri yang melakukannya? Tentu saja bisa, akan tetapi pastikan tulisan itu telah selesai. Karena terkadang saat kita sedang menulis muncul keinginan untuk memperbaiki tulisan kita, takut tulisan itu jelek, tidak enak dibaca, banyak kesalahan, dan sebagainya. Sehingga sebelum tulisan itu belum jadi kita sudah melakukan proofreading dan terjebak untuk segera memperbaiki, lalu pada akhirnya tulisan itu tidak selesai-selesai.
Meskipun proofreading itu dilakukan oleh penulisnya sendiri, namun si penulis harus bersifat netral. Seorang proofreader akan menilai karya penulis secara objektif. Oleh karenanya, proofreader bertindaklah sebagai seorang “pembaca”. Apakah karya tulis kita sudah bisa dimengerti atau justru berbelit-belit?
Bagaimana agar bisa objektif?
Agar lebih objektif dalam menilai tulisan sendiri, maka yang harus dilakukan yaitu terlebih dahulu endapkan beberapa jam atau beberapa hari. Hal ini dilakukan agar membebaskan pikiran dari ide yang baru saja dituliskan . Selanjutkan memposisikan diri kita sebagai calon pembaca.
Ada pun langkah-langkah Proofreading:
1. Merevisi draf awal teks, seringkali membuat perubahan signifikan pada konten dan memindahkan, menambahkan atau menghapus seluruh bagian.
2. Merevisi penggunaan bahasa: kata, frasa dan kalimat serta susunan paragraf untuk meningkatkan aliran teks.
3. Memoles kalimat untuk memastikan tata bahasa yang benar, sintaks yang jelas, dan konsistensi gaya. Memperbaiki kalimat-kalimat yang ambigu.
4. Cek ejaan. Ejaan ini merujuk ke KBBI, tetapi ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit, pemenggalan kata-kata yang merujuk ke KBBI, konsistensi nama dan ketentuannya, serta perhatikan judul bab dan penomorannya.
Selain itu, hindari kesalahan kecil yang tidak perlu misalnya _typo_ atau kesalahan penulisan kata dan penyingkatan kata. Kemudian hindari memberi spasi (jarak) kata dan tanda koma, tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Tanda-tanda baca tersebut tidak boleh diketik terpisah dari kata yang mengikutinya.
Demikian resume dari pemaparan materi yang luar biasa oleh Pak D.
Segala sesuatu butuh proses, tak ada yang instan di dunia ini bahkan mie instan pun masih butuh proses hingga bisa dimakan. Maka teruslah berproses. Teruslah menulis, biarkan tulisanmu berproses hingga nanti menjadi tulisan yang enak dan layak untuk dibaca.__Marhani Kani
Salam literasi
Salam sukses
Tolitoli, 14 Februari 2022
Yuk belajar membaca Al-Qur'an!
Tak terasa sebentar lagi tamu agung kita akan bertandang, semoga kita masih diberikan kesempatan untuk menyambutnya dan menjamunya. Siapakah tamu spesial itu? Tentu saja bulan Ramadhan. Nah, sebelum sang tamu agung tiba, yuk kita persiapkan diri kita. Salah satunya perbaiki bacaan Al-Qur'an agar nanti kita bisa lancar membacanya. Karena satu huruf saja kita baca insyaAllah akan mendapatkan ganjaran pahala sepuluh kali lipat. MasyaAllah, kan?
Bagi yang sudah bisa membaca jangan berhenti untuk belajar, terus belajar. Bagi yang belum lancar atau belum bisa, jangan malu untuk belajar meski pun usia tak mudah lagi. Tak ada kata terlambat untuk belajar, bukan? Apa lagi masih muda.
Saya ingat pengalaman saya dua tahun lalu, waktu itu saya baru hijrah ke Tolitoli, memang salah satu niat saya hijrah ke Tolitoli mau belajar lagi. Akhirnya saya mendaftar di salah satu rumah tahsin yang mengajarkan tahsin dan tajwid. Sebelum masuk program, bacaan saya diuji dan di luar dugaan ternyata bacaan saya sangat hancur. Saya merasa malu pada diri sendiri. Sungguh saya pikir bacaan saya selama ini sudah benar, makharijul hurufnya sudah benar, tajwid sudah benar, astagfirullah PD banget diriku. Ya, soalnya sudah berguru ke sana kemari, guru-guru saya pun bukan orang sembarangan, saya bener-bener berguru pada ahlinya. Untuk semua itu saya bersyukur memiliki indo (panggilan ibu dalam bahasa Bugis) yang sangat mendukung saya belajar, sampai-sampai memaksa saya belajar, bahkan saya dipaksa masuk ke ponpes demi belajar ngaji. Saya sempat nangis dan mengurung diri di kamar karena tidak mau masuk pesantren. Tapi indo tetap kekeh memaksa saya karena waktu itu indo maunya saya jadi seorang qari'ah, tapi akhirnya gagal karena tidak ada modal suara. Heheh... Alhamdulillah meski pun sekarang saya tidak bisa menjadi qariah indo tak masalah yang penting saya sudah bisa ngaji. Itu sudah lebih dari cukup.
"Ah, maafkan anakmu ini Bunda yang tak bisa mewujudkan mimpimu dan terima kasih telah memaksaku untuk terus belajar. Hingga rasa keterpakasaan itu menjadi rasa cinta."
Tolitoli, 08 Februari 2022
Apa itu writer's block?
Berapa lama writer's block bisa terjadi?
1. Mencoba metode/topik baru dalam menulis
2. Stress
3. Lelah fisik/mental
4. Terlaku perfeksionis
Setelah mengetahui penyebabnya barulah kita bisa mencari solusinya.
Niatkan kuat-kuat dalam hati.
Tolitoli, 2 Januari 2022
Salam leterasi.
Masalah Sampah Masalah Kita Bersama
Dari dulu sampah merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia terutama masalah sampah plastik. Bahkan tak jarang kita temui sampah-sampah plastik ini berserakan di jalan-jalan atau pun ditumpuk di beberapa titik. Ini terjadi karena kurangnya kesadaran kita dalam menjaga kebersihan dan menganggap hal ini adalah hal biasa saja. Sehingga dengan entengnya membuang sampah sembarang dan bermasa bodoh dengan sampah-sampah itu.
Selain sampah-sampah plastik itu, sampah dari limbah rumah tangga pun turut menyertainya, dan tentu saja itu menimbulkan bau menyengat yang menganggu penciuman, selain itu juga tentunya sangat merusak pemandangan. Bahkan yang lebih parahnya sampah-sampah ini bisa mendatangkan penyakit .
Tak dipungkiri bahwa masalah sampah tak akan pernah berujung selama ada kehidupan di muka Bumi ini. Meski demikian, masalah ini bisa diminimalisir. Contohnya saja di negara-negara maju seperti di Jepang. Jika kita berkunjung ke sana, maka kita tak akan menemukan masalah sampah seperti yang ada di negara kita, bahkan bisa dikata tak akan ada sampah yang kita temui berserakan di jalan-jalan atau pun di tempat-tempat umum. Ini dikarena tingginya kesadaran dan kepedulian masyarakatnya akan kebersihan. Seharusnya kita mencontoh hal itu.
Oleh karena itu diperlukan kesadaran kita untuk tetap menjaga kebersihan, tidak membuang sampah dimana-mana, dan sebisa mungkin mengurangi penggunaan sampah plastik, dan sebaiknya melakukan daur ulang, baik itu sampah yang berupa limbah rumah tangga dan terlebih lagi sampah plastik.
Simpanlah sampah di tempatnya. Jika tidak bisa membersihkan, setidaknya jangan mengotori.
Marisa, 1Februari 2022
Salam literasi
Salam bersih berjamaah
Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu
Senang sekali masih diberikan kesempatan dan semangat untuk mengikuti pertemuan yang ketujuh ini. Semoga ridho dan rahmat-Nya senantiasa menyertai kita dalam menuntut ilmu.
Materi kali ini yaitu tentang Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu yang dipaparkan oleh guru kita yaitu Prof. Richardus Eko Indrajit dan moderator ibu Aam Nurhasanah.
Setiap penulis pastilah bermimpi tulisannya diterbitkan di penerbit mayor dan pastinya berharap akan best seller. Namun, untuk menembus penerbit mayor bukanlah perkara mudah. Banyak yang harus dipenuhi terutama masalah kelayakan karya kita untuk diterbitkan.
Semoga setelah menyimak materi kali ini, tulisan kita berjodoh di penerbit mayor. Aamiin.
Bagaimana sih agar tulisan bisa menembus penerbit mayor?
* Kriteria Tulisan yang Diterbitkan Penerbit Mayor.
Prof. Richardus Eko Indrajit memaparkan bagaimana kriteria tulisan yang akan diterbitkan penerbit mayor, menurut beliau biasanya yang dilihat oleh penerbit mayor ada dua hal utama, yaitu KONTEN ATAU JUDUL YANG MENARIK (yang sedang menjadi tren pembicaraan) dan PENULIS YANG DIKENAL (karena memiliki track record bukunya laku di pasaran). Salah satu dari dua itu dapat menjadi pertimbangan, tetapi kalau ada dua-duanya akan menarik bagi penerbit mayor untuk mempublikasikannya dalam bentuk buku fisik maupun e-book.
*Langkah-langkahnya Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu bersama Prof. Richardus Eko Indrajit :
1. Kunjungilah EKOJI CHANNEL, dan carilah sebuah konten/tema yang menarik.
2. Tulislah apa pun yang dikatakan Prof. Richardus Eko Indrajit dalam channel youtube tersebut ke dalam bentuk tulisan.
3. Strukturkan pembahasan tersebut dalam bentuk 5W1H - apakah judulnya (WHAT), mengapa judul tersebut penting (WHY), siapa yang membutuhkannya (WHO), dimana judul tersebut dapat diimplementasikan (WHERE), kapan menerapkannya (WHEN), dan bagaimana mengimplementasikannya (HOW).
4. Memperlihatkan draftnya kepada Prof. Richardus Eko Indrajit agar dapat diteliti dan dikomentari.
5. Stelah itu, Prof. Richardus Eko Indrajit meminta guru terkait MEMPERKAYA pembahasan dengan menambahkan kontennya dari sumber-sumber referensi lain. Mengenai hal ini, beliau akan menjabarkan caranya mencari dan mendapatkan referensi tersebut.
Prof. Richardus Eko Indrajit melanjutkan pembahasannya, setelah jadi bukunya (biasanya Prof. Richardus Eko Indrajit meminta minimal 100 halaman), lalu draft itu diserahkan ke Penerbit ANDI Yogyakarta sebagai mitra PGRI dan EKOJI CHANNEL ACADEMY.
Nah, Dari situ penerbit mayor akan membacanya dan menelaahnya. Biasanya 1-2 bulan kemudian, rombongan guru-guru yang menulis tersebut akan mendapatkan pengumuman terkait dengan SIAPA SAJA YANG BUKUNYA DIPUTUSKAN UNTUK DITERBITKAN dengan revisi minor, atau dengan revisi mayor. Juga keputusan terkait dengan apakah akan diterbitkan dalam bentuk publikasi fisik atau elektronik (keduanya sama-sama prestis).
Selanjutnya Prof. Richardus Eko Indrajit menambahkan bahwa hingga hari ini telah berhasil diterbitkan 39 buku di seluruh wilayah Indonesia, dan sejumlah draft sedang ditelaah oleh penerbit.
Sungguh luar biasa, bukan?
Saya merasa tertantang untuk bisa menulis buku dalam waktu dua minggu.
Jangan pernah katakan tidak bisa jika kau belum mencoba. Cobalah dan buktikan sendiri bahwa kau bisa melakukannya.
Tunggu apa lagi?
Tak akan ada sebuah tulisan jika kau tidak menulisnya, maka tulislah.__Marhani Kani
Tolitoli, 31Januari 2022
Salam literasi
Memberikan Pendidikan Tentang Seks Kepada Anak Sejak Dini. Oleh Marhani Kani Kali ini saya akan menulis hal yang serius dan mungkin sebagian...